Hey Mas? Jurnalis itu Bohay kan, apalagi yang membuatnya terkenal seksi yang pastinya mengesankan, kata si MANTAN pegiat pers di salah satu kota yang terkenal dengan badik runcing dan kapal yang beberapa hari lalu dijadikan warisan dunia oleh UNESCO.
Pengeras suara yang dipakainya dengan mengepal di tangan kanan, agak menyentuh bibir. Ia ucapkan hal diatas dengan mimik dan ritme yang masih pemula (Public speaking masih Awam), tidak terbata-bata tapi sulit menyeimbangkan ritme nafas dan orasi (sepertinya). Akhirnya beberapa hal yang diplanningkan tidak keluar semua tetapi point inti sangat menyentuh.
Sapaanya tadi dilanjutkan, " Saat ini media utama sudah menjadi sesuatu yang menarik untuk dijadikan ladang mencetak pundi-pundi si dollar apalagi rupiah, buktinya saja banyak fenomena yang terjadi di lingkungan media itu sendiri jadi nggak terlalu jauh mikir ke masyarakat, toh media yg bermasalah duluan", diskusi mulai nggak kondusif (Pemateri menatap dan dagunya menari-nari).
Mungkin beberapa dari peserta lain ngomong dalam hati kecilnya,"Ngomong apa ini, panjang banget pasti akhirnya pertanyaan yang mudah, cuma kalimat awal yang panjang, cuma buang waktu saja". Yah, si MANTAN terdiam karena sudah prediksi dari awal, tapi dilanjutkan.
Dengan lantang ia kembali menyapa, "Berita yang muncul bukan kebutuhan publik loh, nyatanya kebutuhan media itu sendiri, lihat si PERINDO? Gimana dia, pasti nggak ada yang bisa nandingin duitnya, biar duet dengan AJI atau Dewan Pers. Kenapa bisa seperti itu? Yah, orang yang duduk bekerja di media itu orang yang kerja di lembaga terkait" Katanya dengan nafas menggebu. Ia kemudia melanjutkan, "Gimana mungkin bisa Independen atau menjunjung Kode Etik yang dirumuskannya kalau nasinya dia dapat dari Perindo juga (misalnya), mau gimana lagi Lembaga ada tapi Esensinya gak ada, sama aja bohong dong".
Semua orang terdiam, hanya desis kegelisahan pemateri dari lembaga itu (Idelisme atau Pragmatisme). Terakhir, "Gimana dengan media Islampos itu, sudah dapat verifikasi media entah dari mana yang jelas ia punya dan tertera dibagian lamannya tetapi tentunya sudah melanggar kode etik, Melanggar SARA (loh si Zakir Naik gimana), pertanyaanya gimana peran AJI, PWI, DP melihat itu? Mestinya dilaporin dan perlu langkah advokasi".
Demikian sapaan rumus luas persegi, sang pemateri maju kedepan turun ke mimbar mampir kedepan peserta. "Terima kasih, pertanyaan sangat luar biasa, dijawablah satu persatu tapi hasilnya yah itu, sok idealis (teknik negosiasi),"Betul media dikapitralisasi oleh kepentingan media itu sendiri dan tentu kita harus pahama jikalau independen itu bukan netral tapi keberpihakan kepada subyek yang dirugikan dan hanya untuk membantu khalayak menerjemahkan suatu fakta", kalimat soknya (menurut MANTAN). Mengenai Perindo yang nanyangin iklannya mengalahkan sholat lima waktu kami dari lembaga terkait telah berupaya tapi itu tadi mungkin didengar tapi itulah usaha kami.
MANTAN terdiam, "Kalau gitu kamu gak ada, cuma bajunya yang ada tapi jasadnya gak ada", (Geram dalam hati). Kalau masalah ekonomi tentu hal itu sesuatu yang wajar karena media besar dan terbangun karena modal, yah modal (gak ada modal sama dengan si tirto saat zamannya, akhirnya nyerah juga).
Maka dari itulah jurnalis punya sisi bohay (Buat modal nikah 1000 kali), dan bisa narik investor dilamar sejuta kali (Bisa dikapitalisasi, cepet kaya).