Tatkala hidup kini menjadi berwarna, maka tatkala diri ini akan bangga dengan cerita hidup sendiri. Meski hanya sekadar menuliskannya di suasana yang sunyi, terlepas kepenatan dengan hidup yang semakin hari semakin berkelok-kelok.
Itulah dinamika yang akan kita rasakan sampai titik ruh kembali pada sang pencipta. Jadi, kita mestinya harus bersabar dan ikhlas dengan apa yang terjadi dalam hidup ini.
Tentunya, menulis menjadi aktivitas rutin bagi penulis. Semua hal yang ada dalam hidupnya akan direkam dalam bahasa-bahasa indah, bisa juga bahasa simbolis. Namun dibalik karyanya, penulis juga merasakan riak dari kerasnya dunia ini. Mulai dari karena konten yang dihasilkan kurang dinikmati pembaca, juga karena persoalan di kehidupan pribadinya yang mungkin saja penuh cobaan.Terlebih lagi ketika merasakan yang namanya rasa takut terhadap dunia, karena saat ini pembaca lebih dituntut dengan pemaknaan yang sensualitas. Jadi, jangan anggap kalau penulis memiliki warna-warni hidup yang membanggakan layaknya prestasi yang telah ditorehkannya begitu saja. Dibalik itu, banyak sekali lika-liku kehidupan yang mereka hadapi.Muncul istilah runtuhnya idealisme manusia (termasuk kuli tulisan), karena beberapa hal yakni tahta, wanita/lelaki dan jabatan yang memang sangat sulit untuk elakkan di dunia ini. Tiga hal itulah yang kemudian membuat pembuat tulisan terkadang berhenti dari pekerjaanya atau bisa saja hilang ditelan tulisannya sendiri.
Jadi, menjadi penulis itu memang bukan hal yang gampang. Selain rumitnya mencari ide, juga dunia di kehidupan nyata mulai tak karuan.